Sedekah berasal dari bahasa Arab, ash shadaqah. Secara bahasa artinya sesuatu yang dijadikan sedekah.
Just another free Blogger theme
Just another free Blogger theme
Sedekah berasal dari bahasa Arab, ash shadaqah. Secara bahasa artinya sesuatu yang dijadikan sedekah.
Sosrokartono yang mempunyai panggilan lengkap Raden Mas Panji (R.M.P) Sosrokartono, Lahir di Mayong, Jepara, pada Rabu Pahing, 27 Rabiul Awwal 1297 H dan bertepatan dengan 10 April 1877 M. Sosrokartono lahir dari keluarga bangsawan. Sejak kecil dirinya sudah dikenal sangat cerdas dan suka membaca. Banyak buku berat yang telah dilahap Sosrokartono sejak usianya masih anak- anak. Saat dirinya baru pertama kali melihat dunia, ayahnya telah menjabat sebagai wedana di Mayong. Saat itu, Mayong yang letaknya di sebelah timur Jepara dan berbatasan dengan Kabupaten Kudus, masih berstatus sebagai ibu kota Kawedanan. Sekarang Mayong menjadi daerah kecamatan di Jepara.
Ayah Sosrokartono bernama R.M. Adipati Ario Sosroningrat, putra ketiga R.M.A.A. Tjondronegoro IV, seorang Bupati Demak yang dikenal berpikiran progresif dan terbuka dengan budaya modern. Sementara ibu Sosrokartono adalah M.A. Ngasirah, putri pasangan K.H. Modirono dan Ny. Hj. Siti Aminah. Kiai Madirono ini merupakan seorang ulama yang memimpin sebuah Pondok Pesantren di daerah Telukawur, Jepara sekaligus sebagai pedagang kopra di Pasar Mayong. Di lihat dari silsilah ini, di dalam diri Sosrokartono sesungguhnya telah mengalir darah bangsawan sekaligus darah ulama.
R.M.A.A. Sosroningrat tergolong sebagai anak yang beruntung karena menjadi keturunan Tjondronegoro IV. Dengan posisinya sebagai anak Tjondronegoro IV yang dikenal berfikiran maju dan tidak feodalistik itu, dirinya bisa mengecap pendidikan Belanda. R.M.A.A. Sosroningrat menikah dengan Ajeng Ngasirah pada 1872. Saat dinikahi oleh Sosroningrat, usia Ajeng Ngasirah baru 14 tahun. Sosrokartono merupakan keturunan dari kaum bangsawan dan juga priyayi itu yang membuat kepribadian seorang Sosrokartono menjadi sosok yang budiman yang tidak sombong atau angkuh. Sebaliknya keluarga Sosrokartono dikenal bersikap rendah hati, humble, dan berbudi luhur.
I Live My Life for You
You know you're everything to me
DEPOK BEACH SYMPHONY
Adakah bertiup angin segar hari ini?
yang mengalahkan menu siang untukku
seperti salmon, udang atau cakalang
dan cah kangkung bersama sambal;
lama menunggu pramusaji berkebaya dan berkerudung merah
mengantar makan siang beriringan dengan ombak yang sedang berlaga
di meja setia sudah ada minuman segar kelapa muda
serta pilihan lain segelas jeruk hangat
silakan bayangkan menu ikan bakar yang gurih siang ini
dan segarnya air kelapa hijau, seperti kelapa yang sama
dulu Ki Juru Mertani kala memetik dan meminumnya
Ya, sebentar lagi lidah kita tak berhenti bergoyang
silih berganti menikmati
menu istimewa dari gadis berkebaya berkerudung merah di pantai
Depok
Diiring angin yang menderu memainkan laga simponi ombak
bersenandungkan lagu favorit kesukaan
bersama menikmati menu dan suasana damai dari meja yang setia
Simponi siang ini mampu besarkan hati antara kita
Apalagi nanti semua pulang dengan menenteng oleh-oleh
udang goreng krispi saus tiram cuma-cuma cumi-cumi
atau menu lainnya seperti cinta yang tak dikenal
atau harapan-harapan yang terbungkus rapi,
yang kemungkinan menjadi fosil atau artefak kenangan abadi,
karena sesungguhnya semua ini hanyalah sebuah kenangan manis sesaat ....
PD
26092022
Bahagiaku melangkah di jalan ini
Kemudian duduk di bangku, menghela napas
Orang-orang bercakap-cakap tentang pengalamannya,
sambil tertawa bahagia
Rasa sumpek, penat, dan jenuh meleleh
menemukan permadani singgah pada berkas-berkas cahaya
Terbuai dengan suara kaki kuda dan kereta tua
Seakan ini kereta dalam pewayangan menuju lorong-lorong mimpi
Ada malam Yogyakarta dengan panggung sandiwara anak-anak muda
Dilanjutkan dengan dialog tentang arah plang harapan-harapan dan kehidupan
Bisa saja kita di bawahnya berfoto selfi
untuk memilih jalan arah kehidupan yang pasti
Memaknai hidup ini dari titik nol kilometer
Kembali atau kehidupan ini baru memulai
Ada yang masih seperti dulu merasakan hangatnya wedang ronde
Masih terasa harumnya karangan bunga dan nuansa sakral kraton Yogya
Dan kokohnya Merapi terasa dalam dada
Terngiang suara Mbah Marijan,"Rosa ...!"
Meski debunya diterbangkan angin
tak berarah
Tetap menikmati malam santai dengan martabak manis sambil bermimpi,
tentang pantai selatan dan lukisan-lukisan tentang ombak
Debur pantai yang membekas pada ingatan
mengingatkan Parangtritis yang romantis
sepanjang jalan kota dengan kuliner yang menggoda
Sambil menikmati langit dan menyantap nasi kucing
Kucing lama tak dapat mengeong dengan mata tajam
Saat ini telah berubah jinak dengan dengkurnya
Bersama mimpi-mimpi
yang tertinggal
Di bangku-bangku atau batu-batu ….
Atau justeru pada
bintang-bintang di langit
YK 25092022
CERITA DI DERMAGA INI
Seperti yang telah berlalu,
Dermaga ini masih setia menunggu
Kedatanganku,
Mungkin aku sudah lupa banyak hal,
Tentang sunrise dan pagi
Di pantai ini
Dulu, saat aku duduk di tepi pantai
Menikmati secangkir kopi
Bersama, sambil mendengarkan deru ombak
Melupakan setiap keriuhan dan polusi kota
yang menggoda kedamaian jiwa
untuk meninggalkan gelanggang kehidupan
di sini, ada rasa gembira
melihat bebatuan kokoh,
tegar diterpa ombak sepanjang waktu
Dermaga ini bercerita,
Tentang banyak hal,
Tentang sahabat-sahabat,
Yang setia dalam suka duka
Ada potret senyum yang tulus
Seruan hati yang jujur
Tentang integritas dan komitmen
Yang mengalir dan tetap setia
Seperti ombak,
Seperti batu hitam batu karang
Yang tak lekang oleh waktu
Sampai kapanpun ….
Embun Pagi di Daun Ilalang
Seperti bercerita ….
Embun pagi
bayangmu,
yang
menanti,
terbitnya
mentari
Seperti bercerita
….
riuhnya
sepi,
Tak ada
kata,
Hanya makna
Memenuhi ruang
sunyi,
Seperti
bercerita ….
Nyanyian ilalang,
yang
tersisa,
Hanya ada
ruang sunyi,
Yang memberi
arti,
Setiap kata,
Setiap doa,
Engkau tahu,
Segalanya,
Tentang awal,
Hingga akhirnya ….
Seperti bercerita,
Semuanya ….
Hai, sungai Aare ….
Jangan Salah Menilai
Rumah kecil di pinggir kali itu tampak sepi. Lampu lima watt yang sudah redup itu temaram tak menjangkau gelapnya kebun bambu di sebelah sisi barat rumah itu. Suara-suara yang tidak jelas sering bersahutan dekat rumah itu. Jeritan walangsangit seperti senandung pilu kelana malam mencari tempat singgah. Rumah dengan satu pintu itu hanya dilalui orang-orang tertentu. Tak jelas siapa yang dimaksud orang-orang tertentu itu. Wajahnya kadang enggan diketahui, tampak dari jaket yang dilengkapi penutup kepala selalu menyertai kehadirannya. Langkahnya juga sangat hati-hati. Nyaris tak ada bunyi kerikil yang terinjak. Tak juga terdengar derit engsel pintu depan, atau suara percakapan di antara ruang dalam rumah itu.
Sang Waktu
Tersenyum menandakan seseorang masih memberi respon sebuah stimulus. Ada berbagai makna senyum. Senyum itu seperti sepotong lidah. Saat kecut muncullah senyum kecut. Saat pahit maka muncullah senyum pahit. Mungkin ada juga senyum karena kelebihan garam alias keasinan. Seperti seorang ibu lupa menaruh garam pada gelas minum bapak. Itu namanya senyum keasinan. Selain asin, orang menantikan kehidupan yang manis-manis. Kehidupan yang segar, seperti buah-buahan organik yang bikin sehat. Buah mangga, pir, dan anggur yang manis. Tentu manis yang tak terlalu manis atau kurang manis. Manis yang pas tentunya. Kalau terlalu manis akan menjadi sesuatu yang tidak manis. Mungkin ada orang tidak dapat tersenyum manis, meskipun mengalami manisnya kehidupan. Contoh orang yang menderita kencing manis. Apapaun, sekurang-kurangnya dalam hidup ini ada senyum yang pernah menghiasi hidup kita. Manusia hebat. Orang berpikir kapan dikatakan hebat. Atau ia sama sekali tidak berpikir dikatakan hebat atau tidak hebat. Kehebatan kita mungkin disebabkan orang-orang di sekitar kita. Seorang raja, ia tidak mungkin berada di singgasana tanpa ibunya. Pertama, embrio sang raja berada di rahim ibunya, kemudian lahir, disuapi, diceboki, dipeluk, disayang, digadang-gadang dengan senandung doanya sehingga kemudian menjadi raja. Ia tumbuh besar menjadi ksatria gagah perkasa. Tadinya lahir tanpa apa, kemudian ia melihat, mendengar, merasakan, dan mengecap manis air susu ibunya. Dari tidak berdaya menjadi adidaya. Kedua, ia disebut raja karena ada rakyat yang diperintah, yang taat dan mentaatinya, menghormatinya, bahkan membantunya siang malam untuk kebesaran sang raja. Kesuksesan seseorang sangat (mungkin) disebabkan oleh orang lain. Tuhan membuat skenario bahwa manusia itu makhluk sosial. Mungkin andalah yang paling hebat diantara kita, karena pemikiran dan ide-ide cemerlang anda. Mungkin anda diakui, dinobatkan, diproklamasikan sebagai the best. Mungkin anda telah mengisi kekosongan ruang dalam hidup ini, sebagai inisiator, perintis, atau proklamator. Mungkin anda sudah percaya, ada orang lain yang langkahnya tak perlu dihitung, kelelahannya tak perlu disanjung, kecemasannya tak pernah bergaung. Ia seperti seorang pendekar yang datang sebagai malaikat penolong, kemudian pergi tanpa meninggalkan pesan. Percayalah itu pendekar yang memiliki sifat angin. Dapat dirasakan tetapi ia tidak kasat mata. Pendekar tanpa bayangan, yang datang dan pergi tanpa meninggalkan jejak kaki. Itu sosok luar biasa. Tapi iapun tak kan sehebat itu tanpa guru yang mengajarkan tentang arti ketulusan. Orang yang mengajarinya tentang cara melihat dengan jernih segala sesuatu yang sedang dan telah terjadi. Ia yang telah menyimpan sebuah arsip kehidupan. Dokumen orang-orang yang bergerak karena sebuah idealisme, ketulusan, dan kebersamaan. Orang yang mengabaikan lelah dan getir. Kelelahan dan kebersamaan menjadi bagian dari sukses sebuah acara. Loh, itu apa artinya pendekar tanpa bayangan? Apa hubungannya? Pendekar tanpa bayangan dimaksud adalah orang-orang yang bekerja dilandasi sesuatu yang ada di hati. Ia menyadari bahwa “kerja bareng akan menjadikan greng”!. Kerja bareng yang diikat komitmen. Mungkin komitmen untuk tepat waktu, komitmen untuk saling menopang sisi-sisi yang lemah. Sekumpulan orang yang saling bahu-membahu, saling menggapai tangan, dan mengulurkan tangan. Menjadi orang yang berhasil membersihkan diri dari egoisme dan ingin dilihat. Pendekar tanpa bayangan, dapat dibayangkan, ia tidak memiliki bayangan apapun. Pendekar tanpa bayangan hanya berpikir, bagaimana orang lain dapat tersenyum. Dan kalianlah pendekar tanpa bayangan. Ingat tanpa bayangan, bukan yang lain. (Refleksi Usai Launching dan Bazar Buku di Purbalingga 1 Oktober 2018)
LAGU AYAH_SEVENTEEN
AYAH
Engkaulah
nafasku
Yang
menjaga di dalam hidupku
Kau
ajarkan aku menjadi yang terbaik
Kau
tak pernah lelah
Sebagai
penopang dalam hidupku
Kau
berikan aku semua yang terindah
Aku
hanya memanggilmu guru
Di
saat ku kehilangan arah
Aku
hanya mengingatmu guru
Jika
aku tlah jauh darimu
Kau
tak pernah lelah
Sebagai
penopang dalam hidupku
Kau
berikan aku semua yang terindah
Aku
hanya memanggilmu guru
Di
saat ku kehilangan arah
Aku
hanya mengingatmu guru
Jika aku
tlah jauh darimu
Aku
hanya memanggilmu guru
Di
saat ku kehilangan arah
Aku
hanya mengingatmu guru
Jika
aku tlah jauh darimu
Aku
hanya memanggilmu guru
Di
saat ku kehilangan arah
Aku
hanya mengingatmu guru
Jika
aku tlah jauh darimu
Media sosial merambah seperti tiupan angin. Banyak informasi berseliweran setiap detik. Seperti es kombinasi dengan ragam racikan. Cuma bedanya, media sosial tidak semua dapat ditelan dan menyehatkan. Adakah manfaat? Jawabannya tentu ya banget, dan ada bahayanya juga. Ke mana arah tiupan angin dapat dirasakan bagi yang peka dan menaruh perhatian. Mungkinkah kita masih punya waktu untuk merasakan ke mana arah angin berhembus atau menerpa?
Setitik nila tanpa warna beracun mungkin merayap bersama derasnya arus informasi. Ada akun-akun palsu yang bekerja untuk mendegradasi nilai-nilai. Ada budaya-budaya setan yang tumbuh di tengah tanaman yang telah diciptaan Tuhan sesuai dengan kekuasaan-Nya. Bila ada tanaman yang tumbuh menyimpang, pasti akan dicabut dan dibuang. Biar tanaman itu tumbuh dan berbuah sesuai dengan harapan bangsa manusia.
Dunia cyberspace dan kecerdasan buatan membuat perilaku manusia cenderung berubah. Perhatian pada layar smartphone lebih kuat daripada kepada orang-orang yang dicintainya. Jujur saja. Di rumah mata terpana ke pesan di WA daripada ngobrol ngalor ngidul dengan anak isteri. Padahal ngobrol ngalor ngidul dengan anak isteri itu membuat neuron di otak kanan menyala (kata para ahli otak).
Bahaya media sosial, bagi orang yang tidak memiliki filter yang baik untuk menyaring setiap pesan yang datang.
Hiruk pikuk di awal malam
Lampu kota gemerlapan
di kedai mie ongklok Kang Tresna
aku pesan dua mangkok
dan segelas teh tawar
kusantap lahap
teh pun keteguk tuntas
kedai yang ramai,
pelayan yang sopan, ramah,
ceria, cekatan dan cantik
mungkin karena keramahannya,
atau mungkin kecantikan penjualnya
atau karena Tuhan menghendaki demikian
kedai ini tidak pernah sepi
penjual di kedai ini mirip bidadari ....
Wonosobo 16052022
Reuni ke-35
Reuni ke-35 Alumni 1987 SPGN Purwokerto digelar pada Ahad, 15 Mei 2022. Berlokasi di OW. Purbasari Pancuran Mas, kurang lebih 5 km dari pusat kota Purbalingga. Reuni berlangsung meriah dimulai pukul 08.00 - 12.30. Hadir pada reuni tersebut para alumni 1987 mulai dari kelas A - F. Dihadiri pula oleh bapak ibu guru SPGN Purwokerto, yaitu:
1. Bapak Misno Sugriwo, BA.
2. Drs. Eko Sumaryono, M.Pd.
3. Drs. Teguh Suwardji
4. Dra. Sukarti
5. Dra. Tri Nurhayati
6. Slamet DW, BA.
7. Drs. Kamsir
8. Dra. Sulastri
10.
Peserta reuni kurang lebih 100 orang. Kegiatan reuni didukung oleh Tabloid Edukator dan Penerbit Trik Jitu Purbalingga.
Album Reuni: https://s.id/35reu
ketemu lagi dg pagi