Beragama untuk Kebahagiaan

 1
Mengamalkan ajaran agama untuk kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Beragama dalam praktiknya di masyarakat perlu dinikmati. Beragama itu membawa ketenteraman batin. Teman, sahabat, tetangga, handai taulan tentu harus aman, nyaman dengan kehadiran kita (orang yang beragama). Beragama dengan senyum dan kasih sayang, apalagi kepada sesama muslim yang sudah mengikrarkan kalimah syahadah. 

Beragma di alam kemerdekaan tidak perlu bersembunyi-sembunyi. Tidak perlu ber-taqiah, karena kita adalah ahlusunnah wal jamaah. Ummat yg memuliakan sahabat2 Rasul: Abubakar, Umar, Utman, Ali, dan ahlul Badar yang telah banyak berjuang di sisi Rasul.

Kaum muslimin Indonesia sudah ditakdirkan menjadi ahlusunnah. Para penyusup sangat bernapsu ingin mendistorsi pemahaman keagamaan yang santun dan berhujjah sesuai dengan pemahaman para ulama2 terdahulu, ulama yang menguasai dan mengamalkan ilmunya.
Beragama di negeriku haruslah melihat kondisi masyarakat. Sebagiannya adalah pewaris, penerus, amaliah tahlilan, maulud nabi, manaqiban, ziarah kubur, qunut, dst. Amaliah yang sudah diamalkan sejak lama. 

Benar dan nyata ada perbedaan tentang amalan-amalan tersebut. Bagi yang mengamalkan, y monggo saja
Bagi yang tidak mengamalkan, tidak perlu melarang bukan?  
Bedhuk saja tidak dilarang sekarang sudah jarang orang menggunakannya.
Apakah yang tidak tahlil, tidak manaqiban, tidak maulud nabi, tidak ziarah kubur lantas kafir? Tidak kan? 
Jadi mengapa kita tidak beragama dengan tetap menghargai sdr kita yg tidak sama dengan kita. Boleh kan? Menurutku boleh, karena Quran nya sama, syahadatnya sama, Nabi dan Rasulnya sama, ahlul badar nya sama, sahabat-sahabat Rasul yang utama sama

Kemudian, bagi sdr kita yang KCJ (kathok cingkrang jenggotan) juga tida apa-apa kan? Daripada telanjang membuka aurat, kan lebih baik pakai celana. Tidak etis memojokkannya dengan julukan "wahabi", intoleran, dll. Lah, wong negara demokrasi je. Yang telanjang-telanjang itu sj bebas berlenggang, masak yang lebih sopan dan Pancasilas dipojokkan. Atau diberi stigma sebagai "wahabi" yang terkenal dengan perlaku si kaku, si keras, dan si kelam.
Beragama itu untuk dinikmati. 
Mengapa harus saling mencaci.
Begitu mudah orang melemparkan cap wahabi si biang kerok.
Begitu mudah orang menyalahkan.
 Mengajak orang dengan senang dan membuat orang bahagia dg ajaran Islam mengapa tidak? Sungguh Islam itu luar biasa. Ketika kita beragama tidak lantas kita menjadi tertekan. Beragama itu justeru membebaskan. Membebaskan manusia dari penderitaan.
Beragama harus diyakini.
Jangan mencaci.
Mudah diucapkan sulit diamalkan.

Masyarakat kita memiliki karakter yang baik. Di pedesaan orang masih lurus2 saja, tidak mencicipi ajaran2 sesat seperti liberalisme, komunisme, rafidhah, dan sinkretisme.
Beragama itu harusnya merasakan kenikmatan, kedamaian, ketenteraman, kebahagiaan luar biasa.

Beragama untuk dinikmati.
Bukan mencaci. 
Tidak perlu terpancing dan terjebak dalam caci, 
menyatakan yang paling benar adalah kelompoknya, padahal secuil nasihat belum pernah diberikan kpd sdr muslim nya itu.
Lalu apakah tidak ada surga untuk saudaramu?
Surga itu milik yang menciptakan surga.
Beragama untuk kebahagiaan.
Tidak mencaci.
Tidak maunya menang sendiri.
Kelompoknyalah yang paling benar!
Berbahagialah orang yang mengamalkan ajaran agamanya dan bersikap objektif dalam menasihati dan dinasihati.
Ahlusunnah berislam dengan bahagia. Tak BERTAQIYAH, tetapi apa adanya .....!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tanya Jawab Dunia Pendidikan

Penelitian Tindakan Sekolah (PTS) untuk Kepsek dan Pengawas Sekolah

6 Aspek Perkembangan Anak Usia Dini