J.B. Watson adalah seorang tokoh aliran behavioristik yang datang sesudah Thorndike. Menurutnya,
belajar
adalah
proses
interaksi
antara stimulus dan respon, namun
stimulus
dan
respon
yang
dimaksud
harus hal tersebut sebagai faktor yang tak perlu
diperhitungkan. Ia tetap mengakui bahwa
perubahan-perubahan mental dalam benak siswa itu penting, namun semua itu tidak dapat menjelaskan apakah seseorang telah belajar atau belum karena
tidak dapat diamati.
Watson adalah seorang
behavioris murni, karena kajiannya tentang
belajar disejajarkan dengan ilmu-ilmu lain seperti fisika atau biologi
yang sangat berorientasi pada
pengalaman empirik semata, yaitu sejauh dapat
diamati dan dapat diukur. Asumsinya
bahwa, hanya dengan
cara demikianlah maka akan dapat diramalkan
perubahan-perubahan apa yang bakal terjadi setelah
seseorang melakukan tindak belajar. Pemikiran Watson (Collin, dkk: 2012) dapat digambarkan sebagai berikut:
Emosi manusia
yang fundamental |
|
Pavlov mendemonstrasikan hewan |
(yang tidak
dipelajari) adalah |
|
dapat merespon tingkah laku |
ketakutan, kemarahan dan cinta |
|
melalui pengkondisian |
|
|
|
perasaan-perasaan ini dapat |
|
Manusia juga dapat dikondisikan |
melekat pada
objek melalui |
|
untuk menghasilkan respons fisik |
pengondisian stimulus-respons |
|
terhadap objek
dan peristiwa |
|
|
|
Perasaan-perasaan ini dapat |
|
Siapapun terlepas dari sifatnya, |
melekat pada
objek melalui |
|
dapat dilatih menjadi
apapun |
pengondisian stimulus-respons |
|
|
Para
tokoh aliran behavioristik cenderung untuk tidak memperhatikan hal-hal yang tidak dapat diukur dan tidak
dapat diamati, seperti perubahan- perubahan
mental yang terjadi ketika belajar, walaupun demikian mereka tetap mengakui hal itu penting.
0 komentar:
Posting Komentar